
Nusazone.com – Dunia perbankan dari waktu ke waktu mengalami kemajuan , diantara dalam menerbitkan Saham Right issue.
Bahkan teknologi digital kini telah merambah hampir di setiap bidang kehidupan, mulai dari sistem pemerintahan perbankan, kesehatan hingga pendidikan tak terkecuali dunia perbankan.
Perkembangan teknologi digital itu sendiri mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, Saat ini, topik hangat perbankan digital terus bermunculan.
Banyak bank yang bertransformasi menjadi Bank digital yang lebih efisien dengan pelayanan yang mudah. Dengan cara menerbitkan saham Right Issue adalah metode dalam meningkatkan pelayanan bank.
Table of Contents
Peningkatan Pelayanan Saham Right Issue
Hal ini tidak serta merta memudahkan setiap bank yang ingin bertransformasi menjadi bank digital. Beberapa bank telah mengambil langkah untuk mencapai transformasi perbankan digital.
Contoh terbaru adalah Allo Bank, yang merupakan transformasi dari Bank Harda Indonesia. Pada Februari 2021, Otoritas Jasa Keuangan meluncurkan Roadmap Pengembangan Industri Perbankan Indonesia 2020-2025.
Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Irigas, menjadi pedoman dan perumusan arah masa depan perbankan sejalan dengan dinamika perekonomian dan perbankan nasional.
Dalam hal ini, OJK juga memberikan syarat bahwa modal bank konvertibel akan di bagi dua.
Minimal Rp3 triliun untuk bank mandiri dan minimal Rp1 triliun untuk bank di bawah kelompok perbankan.
Selain untuk kebutuhan modal inti minimal Rp 3 triliun untuk bank kecil, untuk memperluas ekspansi bisnis, Bank juga harus melakukan penambahan modal. dengan syarat menerbitkan saham right issue
Bank Penerbit Saham Right Issue
Otoritas Jasa Keuangan juga sdh menetapkan langkah-langkah persyaratan yang harus di penuhi oleh Bank yang akan mengadakan saham RIGHT ISSUE. Setidaknya ada Empat bank mengatakan siap pada tahun 2022 ini.
1. PT Bank Negara Indonesia.
Pemerintah melalui Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pada 2022 ada dua bank BUMN yang akan menerbitkan saham right issue pada 2022. Salah satunya adalah Bank Negara Indonesia.
Menteri BUMN mengatakan aksi korporasi atau saham right issue akan menjadi bagian dari upaya memperkuat permodalan bank untuk mendorong aktivitas ekspor Indonesia.
Mengutip informasi yang diungkapkan Bursa Efek Indonesia, Sekretaris Perusahaan BNI MuchRom membenarkan hal tersebut, seraya menegaskan bahwa penawaran tersebut masih dalam tahap persiapan.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) telah menyiapkan rencana penambahan modal melalui rights of first refusal (HMETD) atau rights issue senilai Rp 11,7 triliun.
Aksi korporasi tersebut di harapkan di mulai dengan saham rights issue sebesar Rp 11,7 triliun pada semester 1-2022.
Pemerintah harus menyuntikkan dana sebesar Rp 7 triliun, dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) untuk mempertahankan kepemilikan sekitar 60% di BNI.
Analis menilai pemulihan kinerja operasional dan keuangan BNI, sejalan dengan ekspektasi yang di tunjukkan oleh realisasi laporan keuangan triwulan I tahun 2021.
Namun, perusahaan di perkirakan akan terus mengeluarkan biaya cadangan profesional yang signifikan pada tahun 2021.
Analis BRI dan Reksa Sekuritas Eka Safitri mengungkapkan, laba usaha BNI sebelum provisi meningkat menjadi Rp 7,83 triliun pada Q1 2021. di bandingkan Rp 7,4 triliun pada Q1 dan Q4 2020, peningkatannya terlihat, yakni Rp 7,72 triliun.
2. PT Bank Tabungan Negara.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyoroti bahwa PT Bank Tabungan Negara (BBTN) akan mempersiapkan saham rights issue pada 2022.
Tindakan perusahaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang cukup mendesak di Indonesia. terutama dalam menghadapi pandemi dan pemanasan global.
Rencana tersebut penting untuk mendukung sektor perumahan atau real estate. yang selama ini menjadi salah satu lokomotif ekonomi di masa pandemi COVID-19.
Selain itu, BTN membutuhkan tambahan dana untuk mendukung program pemerintah 1 juta pembangunan rumah.
Dalam aksi ini, pemerintah akan berpartisipasi dalam rights issue melalui penyertaan modal negara PMN senilai Rp 2 triliun.
Baca Juga: Dana Darurat Atau Beli Saham
Melalui PMN, kepemilikan pemerintah di BTN akan tetap 60%. Haru Koesmahargyo, Presiden Direktur PT Bank Tabungan Negara, mengatakan prospek sektor real estate masih cerah.
Alhasil, pihaknya mematok target pertumbuhan kredit dua digit sekitar 10% pada 2022.
Asumsi positif ini di dukung oleh masih besarnya permintaan perumahan di Indonesia, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menteri BUMN mengatakan, memilih menghimpun dana dari pasar modal bertujuan agar Bank BTN dapat memenuhi pendanaan tanpa menambah defisit APBN.
Per September 2021, rasio kecukupan modal (CAR) BTN adalah 17,97%, menunjukkan tren menurun di bandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Rasio kecukupan modal BTN jauh lebih rendah dari rata-rata industri Bank sebesar 25,24%.
3. Bank OK
Aksi korporasi Bank OK sebenarnya sudah berlangsung pada tahun 2021.
Namun untuk memenuhi modal inti yang di tetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yaitu sebesar Rp 3 triliun, Bank OK akan melakukan aksi korporasi atau saham rights issue lagi pada tahun 2022.
Bank OK saat ini memiliki modal inti sebesar Rp 2,88 triliun di akhir tahun 2021.
Dengan demikian, Bank OK memiliki dana kurang dari Rp200 miliar untuk memenuhi kebutuhan modal inti yang di tetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam keterangannya pada Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen BANK OK akan melakukan saham rights issue tahun ini dengan target dana Rp 500 miliar.
Dana yang di peroleh ini akan di gunakan untuk pengembangan usaha perusahaan dalam bentuk pinjaman.
Seperti di ketahui, BANK OK berhasil menyelesaikan tahap modal inti minimal Rp2 triliun pada 2021 setelah rights issue pada Oktober tahun lalu.
Tahun ini, BANK OK menargetkan peningkatan dana pihak ketiga sebesar 30%.
Pendanaan pihak ketiga BANK OK telah tumbuh 16% year-to-date, menurut laporan keuangan yang di terbitkan untuk kuartal ketiga tahun 2021.
Pertumbuhannya telah dicatat dari Rs 3,16 triliun pada Desember 2020 menjadi Rs 3,66 triliun pada September tahun lalu.
4. Bank INA
Direktur Bank Ina KIung Hui Ngo mengatakan Bank Ina akan menghimpun dana melalui saham rights issue pada semester II 2022.
Rencana tersebut telah di sampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Dana hasil saham rights issue akan di gunakan mendukung peningkatan layanan perbankan dan produk nasabah.
Sebelumnya, Bank Ina telah memenuhi persyaratan modal inti minimum sebesar Rp2 triliun hingga akhir tahun 2021.
Tahun ini, Bank Ina menargetkan pertumbuhan ekspansi kredit yang pesat di kisaran 20-30% tahun ini.
PT Bank Ina Perdana meyakini prospek bisnis tahun ini lebih baik dari tahun 2021 karena pandemi masih terkendali dan ekonomi mulai pulih.
Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Ganesha, lima bank Ganesha menyepakati rencana penambahan modal melalui skema rights issue.
Aksi tersebut di perkirakan akan terjadi pada 2022.
Dalam rapat di sepakati menerbitkan saham right issue baru melalui penambahan modal, dapat memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) sebanyaknya 5,5 miliar saham nilai nominal Rp 0,100 per saham.
Aksi korporasi tersebut akan di lakukan dalam jangka waktu 12 bulan sejak keputusan di ambil selambat-lambatnya pada Desember 2021.
Jika melihat kinerja perseroan kuartal III 2021, laba bersih Bank Ganesha tahun ini turun masing-masing sebesar 54% atau Rp 6,12 miliar.
Strategi perusahaan untuk meningkatkan pendapatan dan laba antara lain:
Meningkatkan pertumbuhan portofolio pinjaman, menghimpun dana melalui tingkat suku bunga yang wajar dan mempertahankan rasio rekening tabungan (CASA).
Selain itu perusahaan akan meningkatkan pendapatan biaya dan mengembangkan produk dan layanan perbankan digital.
Demikan ulasan dari kami, semoga bermanfaat utk menambah pengetahuan mengenai keuntungan saham RIGHT ISSUE bagi Bank